Produksi Karet Terancam Mengalami Penurunan
14 Agustus 2012
Admin Website
Artikel
6707
JAKARTA. Kementerian Pertanian mengakui sektor perkebunan mulai terkena
dampak perubahan iklim. Namun, hingga semester I/2012, ekspor komoditas
perkebunan masih cenderung naik.
"Saat ini, sektor perkebunan sudah mulai merasakan dampak perubahan iklim yang terjadi. Berubahnya kondisi rata-rata parameter iklim seperti suhu, curah hujan, dan tekanan dapat memengaruhi hasil perkebunan. Tanaman yang mengalami tekanan atau stres karena perubahan iklim, lebih rentan terhadap serangan organisme penganggu tanaman (OPT)," kata Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir, di Jakarta, Kamis malam (9/8).
Menurut Gamal, organisme yang bukan OPT lama-kelamaan juga dapat berubah menjadi hama pengganggu karena perubahan iklim. Selain itu, perubahan iklim juga mengganggu keseimbangan antara populasi serangga hama, musuh alamiahnya, serta tanaman inang.
Namun, meskipun perubahan iklim mulai berdampak ke sektor perkebunan, Gamal menyebut realisasi pertanaman beberapa komoditas belum terganggu. Ia menyebut, realisasi luas areal perkebunan untuk kelapa sawit selama semester I/2012 mencapai 9,27 juta hektare atau melebihi target yang ditetapkan seluas 8,55 juta hektare.
Untuk komoditas karet, realisasi pertanamannya sebesar 3,46 juta hektare atau sesuai target yang ditetapkan, sementara luasan areal kakao selama semester I/2012 sebesar 1,71 juta hektare atau hampir mencapai target seluas 1,84 juta hektare.
Capaian produksi untuk CPO selama semester I/2012 mencapai 23,63 juta ton atau mendekati target 2012 sebesar 25,71 juta ton. "Volume ekspor komoditas perkebunan sebesar 12,28 juta ton selama semester I/2012, dengan sawit menjadi kontributor ekspor terbesar. Secara keseluruhan, ekspor komoditas perkebunan juga sesuai target dengan nilai sebesar 16,98 miliar dollar AS AS atau 50 persen dari capaian sepanjang 2011 yang sebesar 32,16 miliar dollar AS AS," ungkap dia.
Lebih lanjut, Gamal mengatakan pada semester I/2012, ekspor kelapa sawit atau CPO sebesar 9,77 juta ton dengan nilai 9,95 miliar dollar AS, karet senilai 5,16 miliar dollar AS dari volume sebesar 1,44 juta ton karet kering, sedangkan kakao menyumbang devisa senilai 655 juta dollar AS dengan volume ekspor sebanyak 237.200 ton biji kering.
Sepanjang tahun 2011, ketiga komoditas perkebunan tersebut masing-masing memberikan kontribusi terhadap devisa negara sebanyak 17,26 miliar dollar AS untuk CPO dengan volume sebesar 16,43 juta ton, karet memberikan sumbangan devisa senilai 11,13 miliar dollar AS dengan volume mencapai 2,38 juta ton karet kering, dan ekspor kakao mencapai 353.500 ton biji kering senilai 1,17 miliar dollar AS.
"Selain CPO, karet, dan kakao, komoditas perkebunan lain yang menyumbangkan devisa terhadap perekonomian nasional, yakni kelapa, kopi, jambu mete, cengkeh, teh, tembakau, serta lada," ujar dia
Pengusaha Resah
Sementara itu, pengusaha karet memproyeksi tahun ini produksi dan ekspor karet bakal menurun. Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Asril Sutan Amir, mengatakan produksi karet bakal turun. "Produksi akan menurun karena cuaca kering dan harga karet yang jatuh akhir-akhir ini. Ekspor karet juga akan turun jika dibandingkan dengan ekspor karet tahun lalu. Penurunanya sekitar 6,25 persen atau setara 0,16 juta ton. Jadi, kalau tahun lalu 2,56 juta ton, akan turun ke kisaran 2,4 juta ton," papar dia.
Menurut Amir, produksi karet yang seret menjadi pemicu penurunan ekspor. Ia menyebut tahun ini produksi karet diprediksi hanya berada di kisaran 2,7 juta ton atau turun 2,95 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 2,95 juta ton. Lebih lanjut. Amir mengatakan sebenarnya tahun ini asosiasi menargetkan mampu mencapai produksi sebesar tiga juta ton, tetapi karena gangguan cuaca di bulan Januari dan Februari maka sulit dilakukan penyadapan karet.
Terkait dengan itu, Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) optimistis produksi kakao masih bisa bertahan di level 500 ribu ton dengan catatan tidak ada gangguan dari sisi iklim. "Produksi kakao Indonesia akan mencapai 500.000 ton dengan catatan tidak ada gangguan cuaca. Jumlah itu masih sangat minim apabila dibandingkan dengan luas lahan yang mencapai 1,5 juta hektare," kata Ketua Umum Askindo, Zulhefi Sikumbang, belum lama ini.
DIKUTIP DARI KORAN JAKARTA, SABTU, 11 AGUSTUS 2012
"Saat ini, sektor perkebunan sudah mulai merasakan dampak perubahan iklim yang terjadi. Berubahnya kondisi rata-rata parameter iklim seperti suhu, curah hujan, dan tekanan dapat memengaruhi hasil perkebunan. Tanaman yang mengalami tekanan atau stres karena perubahan iklim, lebih rentan terhadap serangan organisme penganggu tanaman (OPT)," kata Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Gamal Nasir, di Jakarta, Kamis malam (9/8).
Menurut Gamal, organisme yang bukan OPT lama-kelamaan juga dapat berubah menjadi hama pengganggu karena perubahan iklim. Selain itu, perubahan iklim juga mengganggu keseimbangan antara populasi serangga hama, musuh alamiahnya, serta tanaman inang.
Namun, meskipun perubahan iklim mulai berdampak ke sektor perkebunan, Gamal menyebut realisasi pertanaman beberapa komoditas belum terganggu. Ia menyebut, realisasi luas areal perkebunan untuk kelapa sawit selama semester I/2012 mencapai 9,27 juta hektare atau melebihi target yang ditetapkan seluas 8,55 juta hektare.
Untuk komoditas karet, realisasi pertanamannya sebesar 3,46 juta hektare atau sesuai target yang ditetapkan, sementara luasan areal kakao selama semester I/2012 sebesar 1,71 juta hektare atau hampir mencapai target seluas 1,84 juta hektare.
Capaian produksi untuk CPO selama semester I/2012 mencapai 23,63 juta ton atau mendekati target 2012 sebesar 25,71 juta ton. "Volume ekspor komoditas perkebunan sebesar 12,28 juta ton selama semester I/2012, dengan sawit menjadi kontributor ekspor terbesar. Secara keseluruhan, ekspor komoditas perkebunan juga sesuai target dengan nilai sebesar 16,98 miliar dollar AS AS atau 50 persen dari capaian sepanjang 2011 yang sebesar 32,16 miliar dollar AS AS," ungkap dia.
Lebih lanjut, Gamal mengatakan pada semester I/2012, ekspor kelapa sawit atau CPO sebesar 9,77 juta ton dengan nilai 9,95 miliar dollar AS, karet senilai 5,16 miliar dollar AS dari volume sebesar 1,44 juta ton karet kering, sedangkan kakao menyumbang devisa senilai 655 juta dollar AS dengan volume ekspor sebanyak 237.200 ton biji kering.
Sepanjang tahun 2011, ketiga komoditas perkebunan tersebut masing-masing memberikan kontribusi terhadap devisa negara sebanyak 17,26 miliar dollar AS untuk CPO dengan volume sebesar 16,43 juta ton, karet memberikan sumbangan devisa senilai 11,13 miliar dollar AS dengan volume mencapai 2,38 juta ton karet kering, dan ekspor kakao mencapai 353.500 ton biji kering senilai 1,17 miliar dollar AS.
"Selain CPO, karet, dan kakao, komoditas perkebunan lain yang menyumbangkan devisa terhadap perekonomian nasional, yakni kelapa, kopi, jambu mete, cengkeh, teh, tembakau, serta lada," ujar dia
Pengusaha Resah
Sementara itu, pengusaha karet memproyeksi tahun ini produksi dan ekspor karet bakal menurun. Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Asril Sutan Amir, mengatakan produksi karet bakal turun. "Produksi akan menurun karena cuaca kering dan harga karet yang jatuh akhir-akhir ini. Ekspor karet juga akan turun jika dibandingkan dengan ekspor karet tahun lalu. Penurunanya sekitar 6,25 persen atau setara 0,16 juta ton. Jadi, kalau tahun lalu 2,56 juta ton, akan turun ke kisaran 2,4 juta ton," papar dia.
Menurut Amir, produksi karet yang seret menjadi pemicu penurunan ekspor. Ia menyebut tahun ini produksi karet diprediksi hanya berada di kisaran 2,7 juta ton atau turun 2,95 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 2,95 juta ton. Lebih lanjut. Amir mengatakan sebenarnya tahun ini asosiasi menargetkan mampu mencapai produksi sebesar tiga juta ton, tetapi karena gangguan cuaca di bulan Januari dan Februari maka sulit dilakukan penyadapan karet.
Terkait dengan itu, Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) optimistis produksi kakao masih bisa bertahan di level 500 ribu ton dengan catatan tidak ada gangguan dari sisi iklim. "Produksi kakao Indonesia akan mencapai 500.000 ton dengan catatan tidak ada gangguan cuaca. Jumlah itu masih sangat minim apabila dibandingkan dengan luas lahan yang mencapai 1,5 juta hektare," kata Ketua Umum Askindo, Zulhefi Sikumbang, belum lama ini.
DIKUTIP DARI KORAN JAKARTA, SABTU, 11 AGUSTUS 2012