(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Petani Sawit Mengeluh

02 September 2009 Admin Website Artikel 4509
"Sekarang ini petani lokal mengeluh karena PT WKP hanya menerima dan membeli buah sawit atau TBS yang beratnya mencapai 8 kilogram ke atas. Jika di bawah 8 kilogram tidak dihargai, dan WKP bersedia membeli buah sawit apabila sudah dibrondol atau buah yang sudah dipisahkan dari tandannya," ungkap Suparto, ketua Koperasi Penyuplay Buah Sawit dari petani ke PT WKP.

Penolakan pembelian buah sawit yang berat TBS di bawah 8 kilogram tesebut, bertentangan dengan hasil kesepakatan bersama antara PT WKP dan Dinas Kehutanan Perkebunan dan Pertambangan (Dishutbuntam) PPU beserta petani kelapa sawit. "Rumusan harga pembelian TBS kelapa sawit terdapat beberapa komponen variabel yang selalu berubah, dan secara langsung akan menentukan perbedaan besarnya harga pembelian TBS kelapa sawit," paparnya.

Suparto juga menegaskan bahwa penolakan bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 359/Kpts/OT.140/11/2005 tertanggal 1 November 2005 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Permentan itu salah satunya menyebutkan bahwa TBS yang dapat diterima pabrik adalah minimal 3 kilogram per tandan.

Community Development Officer PT WKP Teguh Ali Musiaji TB SH saat dikonfirmasi membenarkan penolakan pembelian buah sawit di bawah standar perusahaan. WKP tidak membeli buah sawit petani di bawah 8 kilogram juga sudah ada aturannya yang diterapkan oleh perusahaan. Hal itu juga merupakan ketentuan perusahaan yang dituangkan dalam anggaran dasar perusahan sendiri.

"Buah sawit atau TBS yang beratnya di bawah 8 kilogram itu bila dipaksakan akan merusak kualitas buah yang lainya. Buahnya dapat meresap kandungan minyak buah yang berkualitas standar," kilahnya.

Dikatakan bahwa WKP merupakan perusahaan swasta yang tidak mendapat subsidi dari pemerintah. Karena itu secara otomatis tidak berani mengambil risiko menampung buah produksi petani yang tidak sesuai standar perusahaan.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, RABU, 2 SEPTEMBER 2009

Artikel Terkait