(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Sektor Perkebunan Serap 16 Ribu Tenaga Kerja

26 Agustus 2009 Admin Website Artikel 4279
BERDASARKAN catatan laporan dari 38 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang masuk di Kantor Disnakertrans Kutim, selama tahun 2008 lalu tercatat luasan areal perkebunan yang sudah dibuka sekitar 180 ribu hektare. Lokasi perkebunan tersebut, tersebar di 15 kecamatan se-Kutim.

#img1# Dari luas lahan perkebunan kelapa sawit yang sedang digarap itu, telah mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 16 ribu orang. Hitung-hitung, bila tiap hektare kebun sawit diolah oleh dua karyawan, maka saat ini sektor perkebunan khusus perkebunan kelapa sawit sudah menyerap tenaga kerja 16 ribu orang. Berarti sektor perkebunan kelapa sawit masih memerlukan tenaga kerja sebanyak 74 ribu orang.

Untuk memenuhi permintaan perusahaan yang bersangkutan, maka Pemkab Kutim telah menjalin kerja sama dengan delapan kabupaten di Pulau Jawa. Tenaga kerja di Pulau Jawa yang bersedia bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit didatangkan untuk jadi karyawan di perusahaan perkebunan dengan gaji sesuai standar upah minimum kabupaten, yakni sekitar Rp 900 ribu per bulan. "Pemkab Kutim juga telah mendatangkan tenaga kerja dari Lampung," jelasnya.

Meskipun tenaga kerja yang siap bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit kebanyakan didatangkan dari luar, kata Asrul Anwarsyah, bukan berarti tenaga kerja lokal di Kutim tidak ada yang menganggur. Tenaga kerja lokal masih ada yang menganggur, lantaran ada tenaga kerja yang masih cenderung mau bekerja disektor lain seperti bidang pertambangan, dan sektor lainnya.

Kendati demikian, Disnakertrans selaku lembaga teknis yang lebih berwenang mengurusi tenaga kerja terus melakukan upaya pembenahan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Termasuk mengadakan pelatihan tenaga kerja dengan bekerja sama dengan perusahaan tambang batu bara seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Thiess, dan PT Pama Persada Nusantara.

"Kalau tidak salah ingat kami sudah membina tenaga kerja untuk siap pakai 250 orang. Mereka dibekali ilmu pengetahuan dan keterampilan kurang lebih satu tahun. Bahkan di antara mereka ada yang sudah mahir setelah menjalani pelatihan tiga bulan. Ini prestasi luar biasa," terang Asrul, Kamis (14/8) lalu.

Mengapa pembinaan angkatan kerja terus dilaksanakan? Arsul Anwarsyah menyebutkan bahwa bangsa Indonesia dewasa ini menemui empat hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Pertama, masalah pengangguran. Pengangguran ini sebenarnya di Kutim tidak ada lagi, jika angkatan kerja mau bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit. Hanya saja sebagian tenaga kerja masih tertarik bekerja di sektor lain. Fenomena itu yang membuat sehingga tenaga kerja lokal masih ada yang menganggur.

Kedua, yakni mutu SDM bagi tenaga kerja masih terbatas (rendah), sehingga peluang kerja yang ada tidak sesuai dengan kemampuan tenaga keja yang bersangkutan. Ketiga, kesejahteraan tenaga kerja juga masih sangat rendah. Kesejahetaraan tenaga kerja belum maksimal dilakukan. Keempat, perlindungan tenaga kerja termasuk yang berkaitan dengan Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3) atau Jamsostek.

Disebutkan oleh Asrul, Indonesia baru mengalokasikan antara 0,7 persen hingga 11 persen mengenai keselamatan kerja ini. Sedangkan di Malaysia sana, pemerintah betul-betul memperhatikan perlindungan tenaga kerja dengan menganggarkan sekitar 30 persen dana untuk perlindungan tenaga kerja.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, RABU, 26 AGUSTUS 2009

Artikel Terkait