Sanggar : Hama Buah Masih Jadi Ancaman
23 November 2010
Admin Website
Artikel
3990
SANGATTA- Delapan belas kecamatan yang ada di Kutim memiliki potensi
sumber daya alam cukup baik dan berbeda. Dari 18 kecamatan tersebut, 16
di antaranya memiliki potensi tanaman kakao (cokelat) yang cukup besar.
Sebagian besar lahan di Busang ditanami kakao, meski tidak merata.
Dari hasil survei yang dilakukan tenaga ahli dari PT Krida Pratama Adhicipta (PT KPA) Prof Dr Ir Sanggar Kanto menyebutkan, potensi tanaman kakao di Kutim hampir menyebar ke seluruh wilayah, kecuali dua kecamatan, yakni Kongbeng dan Muara Wahau.
“Yang menjadi persoalan adalah, adanya hama penggerek yang menyerang tanaman kakao tersebut. Sehingga masyarakat diminta waspada untuk memelihara jenis tanama kakao tersebut agar komoditas ini bisa bertahan terus di masa mendatang. Hingga sekarang, hama buah masih menjadi ancaman,” kata Sanggar Kanto.
Tiap kecamatan memiliki potensi dan luasan yang berbeda-beda. Tapi lahan pekebunan kakao yang paling luas menurut Sanggar, terdapat di Kecamatan Busang. Berikut Kecamatan Kaliorang, Kecamatan Sangatta Selatan, Kecamatan Bengalon, Kecamatan Karangan, Kecamatan Sangkulirang, Telen, Teluk Pandan, Muara Ancalong, Long Mesangat, Rantau Pulung, Sandaran, Muara Bengkal,Kecamatan Sangatta Utara, dan Kecamatan Kaubun serta Kecamatan Batu Ampar.
“Sedangkan kecamatan yang belum memiliki tanaman kakao adalah Kongbeng dan Muara Wahau,” beber Sanggar Kanto dalam presentasi di lantai 2 ruang Tempudau Kantor Bupati Bukit Pelangi, beberapa waktu lalu.
Klastering agroindustri tanaman coklat (kakao) kata Sanggar, merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kualitas coklat dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari ghana. Kakao Indonesia, termasuk coklat yang dihasilkan petani di Kutim, mempunyai kelebihan, yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending.
Hanya saja akhir-akhir ini, tanaman kakao di sejumlah wilayah kecamatan di Kutim khususnya, sedang terserang hama penyakit. Kalau hama kakao tersebut belum bisa diatasi dengan baik, maka bakal berpengaruh pada kualitas produksi biji kakao itu sendiri. Yang pada gilirannya, biji kakao yang dimaksud itu nilai jualnya murah, serta petani merugi.
Oleh karena itu, Sanggar Kanto menyarankan kualitas biji kakao mesti dipertahankan. Tanaman kakao harus dirawat dan dipelihara dengan baik. Sehingga peluang pasar kakao Kutim terbuka lebar untuk ekspor maupun pemenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun pengembangan komoditas kakao diakuinya masih memiliki tantangan tersendiri. Di antaranya, produktivitas kebun kakao masih rendah akibat hama, mutu produk masih rendah, serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Dengan masalah tersebut memberi peluang kepada investor untuk pengembangan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.
Dari hasil survei yang dilakukan tenaga ahli dari PT Krida Pratama Adhicipta (PT KPA) Prof Dr Ir Sanggar Kanto menyebutkan, potensi tanaman kakao di Kutim hampir menyebar ke seluruh wilayah, kecuali dua kecamatan, yakni Kongbeng dan Muara Wahau.
“Yang menjadi persoalan adalah, adanya hama penggerek yang menyerang tanaman kakao tersebut. Sehingga masyarakat diminta waspada untuk memelihara jenis tanama kakao tersebut agar komoditas ini bisa bertahan terus di masa mendatang. Hingga sekarang, hama buah masih menjadi ancaman,” kata Sanggar Kanto.
Tiap kecamatan memiliki potensi dan luasan yang berbeda-beda. Tapi lahan pekebunan kakao yang paling luas menurut Sanggar, terdapat di Kecamatan Busang. Berikut Kecamatan Kaliorang, Kecamatan Sangatta Selatan, Kecamatan Bengalon, Kecamatan Karangan, Kecamatan Sangkulirang, Telen, Teluk Pandan, Muara Ancalong, Long Mesangat, Rantau Pulung, Sandaran, Muara Bengkal,Kecamatan Sangatta Utara, dan Kecamatan Kaubun serta Kecamatan Batu Ampar.
“Sedangkan kecamatan yang belum memiliki tanaman kakao adalah Kongbeng dan Muara Wahau,” beber Sanggar Kanto dalam presentasi di lantai 2 ruang Tempudau Kantor Bupati Bukit Pelangi, beberapa waktu lalu.
Klastering agroindustri tanaman coklat (kakao) kata Sanggar, merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kualitas coklat dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari ghana. Kakao Indonesia, termasuk coklat yang dihasilkan petani di Kutim, mempunyai kelebihan, yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending.
Hanya saja akhir-akhir ini, tanaman kakao di sejumlah wilayah kecamatan di Kutim khususnya, sedang terserang hama penyakit. Kalau hama kakao tersebut belum bisa diatasi dengan baik, maka bakal berpengaruh pada kualitas produksi biji kakao itu sendiri. Yang pada gilirannya, biji kakao yang dimaksud itu nilai jualnya murah, serta petani merugi.
Oleh karena itu, Sanggar Kanto menyarankan kualitas biji kakao mesti dipertahankan. Tanaman kakao harus dirawat dan dipelihara dengan baik. Sehingga peluang pasar kakao Kutim terbuka lebar untuk ekspor maupun pemenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun pengembangan komoditas kakao diakuinya masih memiliki tantangan tersendiri. Di antaranya, produktivitas kebun kakao masih rendah akibat hama, mutu produk masih rendah, serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Dengan masalah tersebut memberi peluang kepada investor untuk pengembangan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 22 NOPEMBER 2010