Petani Lada Minta Dukungan Pemkab
27 Desember 2007
Admin Website
Artikel
3948
#img1# Supar, warga Semoi II kepada Kaltim Post mengungkapkan, saat ini ketergantungan petani terhadap tengkulak cukup besar. Akibatnya, petani tidak berdaya dan harus pasrah saat harga lada sedang anjlok.
"Kami hanya berharap bisa dibantu oleh pemerintah. Saya tidak ngerti bagaimana caranya. Biarkan pemerintah yang mengaturnya," kata Supar. Bagi petani lada, harga yang stabil adalah dambaan.
Saat ini, harga lada hanya di angka belasan ribu rubiah. Bahkan pernah mencapai harga Rp 3 ribu per kilogram-nya. Padahal, di era tahun 1980-an dan 1990-an, harga lada sempat mencapai Rp 50 ribu per kilogram. Bahkan sempat menyentuh angka Rp 100 ribu.
Selama ini, petani lada di Sepaku juga masih merawat tanamannya secara konvensional. Tidak ada perubaan dari tahun ke tahun. Tanpa tambahan pengetahuan, jika ada serangan penyakit yang ganas, warga tak berdaya.
"Kita pernah dilatih beberapa waktu lalu. Kita harapkan, pelatihan ini bisa terus menerus," kata Supar.
Kontribusi produksi lada dari kecamatan Sepaku ini telah membuat posisi PPU sebagai penghasil lada terbesar kedua setelah Kutai Kartanegara. Jika bisa dikelola dengan lebih baik, diyakini PPU akan menjadi produsen lada terbesar di Kaltim. PPU juga memberikan andil dalam menentukan posisi Kaltim sebagai penghasil lada terbesar kelima di Indonesia.
Selama ini, dalam satu hektare selama setahun hanya bisa dihasilkan sekitar 1.000 kilogram lada. Padahal, produksi itu masih bisa ditingkatkan hingga 1.500 ton per tahun. Luasan tanaman lada di Sepaku saat ini sekira 2.015 hektare.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SELASA, 27 DESEMBER 2007