Pengusaha dan Kemendag Tolak Bea Keluar Karet
28 Januari 2012
Admin Website
Artikel
4101
JAKARTA. Pengusaha dan Kementerian Perdagangan menolak usulan
Kementerian Perindustrian untuk pengenaan bea keluar terhadap karet.
Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane mengatakan penetapan bea keluar terhadap karet tidak akan membangkitkan industri hilir.
“Ketika bea keluar karet dipaksakan, yang akan terkena dampak itu adalah petani karena eksportir atau pedagang tidak ingin rugi [sehingga menekan harga di tingkat petani]. Sementara itu di sisi lain, penetapan bea keluar juga sulit untuk menghidupkan industri hilir,” jelasnya hari ini.
Sementara itu, Staf Ahli Dewan Karet Indonesia Suharto Honggokusumo mengatakan pengenaan bea keluar tidak serta merta membuat eksportir bisa meningkatkan harga jual karet.
“Harga karet tidak mungkin dinaikkan karena harga itu berdasarkan internasioanal, lalu dampaknya akan menekan harga ditingkat petani. Implikasinya, petani jadi melarat, penyelundupan semakin merajalela,” paparnya.
Dia menuturkan produk berbasis karet membutuhkan bahan penolong lainnya, tidak hanya karet saja.
“Kalau penyerapan di dalam negeri rendah, dan ekspor dibatasi, karet yang sebagian besar dihasilkan petani itu mau dikemanakan?” paparnya.
Suharto mengatakan menteri perindustrian telah menyampaikan usulan pengenaan bea keluar terhadap karet pada 23-24 Desember 2011 dalam kesempatan retreat kabinet, setelah sebelumnya di dalam outlook 2012 pada 22 Desember 2011.
“Karet berbeda dengan kakao [yang sudah dikenakan bea keluar]. Barang jadi karet memerlukan bahan penolong dalam kadar yang tinggi. Di dalam ban, kandungan karet 40%-60%, sementara kakao jadi coklat,” jelasnya.
Menurutnya, rencana mengenakan bea keluar terhadap karet kental karena pemerintah merasa berhasil menerapkan strategi tersebut ke kakao.
DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, SENIN, 23 JANUARI 2012
Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane mengatakan penetapan bea keluar terhadap karet tidak akan membangkitkan industri hilir.
“Ketika bea keluar karet dipaksakan, yang akan terkena dampak itu adalah petani karena eksportir atau pedagang tidak ingin rugi [sehingga menekan harga di tingkat petani]. Sementara itu di sisi lain, penetapan bea keluar juga sulit untuk menghidupkan industri hilir,” jelasnya hari ini.
Sementara itu, Staf Ahli Dewan Karet Indonesia Suharto Honggokusumo mengatakan pengenaan bea keluar tidak serta merta membuat eksportir bisa meningkatkan harga jual karet.
“Harga karet tidak mungkin dinaikkan karena harga itu berdasarkan internasioanal, lalu dampaknya akan menekan harga ditingkat petani. Implikasinya, petani jadi melarat, penyelundupan semakin merajalela,” paparnya.
Dia menuturkan produk berbasis karet membutuhkan bahan penolong lainnya, tidak hanya karet saja.
“Kalau penyerapan di dalam negeri rendah, dan ekspor dibatasi, karet yang sebagian besar dihasilkan petani itu mau dikemanakan?” paparnya.
Suharto mengatakan menteri perindustrian telah menyampaikan usulan pengenaan bea keluar terhadap karet pada 23-24 Desember 2011 dalam kesempatan retreat kabinet, setelah sebelumnya di dalam outlook 2012 pada 22 Desember 2011.
“Karet berbeda dengan kakao [yang sudah dikenakan bea keluar]. Barang jadi karet memerlukan bahan penolong dalam kadar yang tinggi. Di dalam ban, kandungan karet 40%-60%, sementara kakao jadi coklat,” jelasnya.
Menurutnya, rencana mengenakan bea keluar terhadap karet kental karena pemerintah merasa berhasil menerapkan strategi tersebut ke kakao.
DIKUTIP DARI BISNIS INDONESIA, SENIN, 23 JANUARI 2012