Lada, Kini Lebih Prospek dari Karet dan Sawit
12 April 2016
Admin Website
Berita Daerah
5033
SAMARINDA. Meski harga karet saat ini sedang sulit
akibat kebutuhan pasar global menurun, setidaknya Kaltim memiliki jenis
pertanian lain yang dapat diandalkan. Lada, kini dikatakan berpotensi
meningkatkan keuntungan. Saat ini pemerintah menggarap perbaikan
komoditas ini. Bersama enam negara lainnya, Pemprov Kaltim berupaya
mengondisikan potensi lada.
Enam negara tersebut adalah anggota International Pepper Community (IPC), yaitu Belgia, Brasil, Vietnam, Sri Lanka, termasuk Indonesia. Pada 16 Maret, IPC mengunjungi perkebunan lada di Desa Batuah di Kecamatan Loa Janan, Kukar.
Diketahui, sampai 2015, luas areal perkebunan lada Kukar mencapai 5.491,79 hektare, dengan produksi mencapai lebih dari 3.208 kilogram, dan memiliki 3.442 petani dari kepala keluarga yang tersebar di 18 kecamatan. Khusus di Loa Janan, luas areal lada 3.990,24 hektare, dengan produksi lebih dari 2.578 kilogram, dengan 2.127 petani.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Etnawati menuturkan, petani lada dianjurkan menerapkan konservasi tata kelola tanah dan air untuk mencegah terkikisnya unsur hara tanah di lahan perkebunan.
"Kami menekankan tentang budi daya lada organik di Loa Janan itu, supaya tidak lagi menggunakan tajar mati. Juga, tidak lagi diperbolehkan untuk gunakan kayu ulin, untuk menghindari isu perusakan lingkungan. Pupuk pun mesti gunakan pupuk organik, tak lagi pupuk kimia. Bahkan, bibit juga harus yang bersertifikat. Seperti bibit asal Samarinda, yakni Malonan 1," ujarnya.
Hal tersebut ditekankan, kata Etnawati, supaya penyakit lada pucuk tidak lagi muncul. "Ini sudah melalui penelitian di Bogor dan Bali, tentang tanam rempah dan obat-obatan. Dampak penggunaan regulasi tersebut, akan baik untuk produksi lada. Nantinya juga akan diterbitkan IPC tentang aturan budi daya lada tersebut. Sehingga menjadi standar untuk penanaman lada di enam negara ini, bahkan dunia," imbuhnya.
Dipaparkannya, saat ini harga lada sedang berada dalam taraf nyaman. Yakni, lada putih seharga Rp 150 ribu per kilogram (kg), dan lada Hitam Rp 95 ribu per kg.
Kepala Bidang Produksi Disbun Kaltim Sukardi menerangkan potensi lada tersebut lebih tinggi saat ini, dibanding karet maupun sawit. Sebab, kebutuhannya lebih tinggi ketimbang produksinya. “Hal itu merupakan peluang yang harus ditangkap pengusaha,” ujarnya. (mon/lhl/k15)
SUMBER : KALTIM POST, SENIN, 11 APRIL 2016
Enam negara tersebut adalah anggota International Pepper Community (IPC), yaitu Belgia, Brasil, Vietnam, Sri Lanka, termasuk Indonesia. Pada 16 Maret, IPC mengunjungi perkebunan lada di Desa Batuah di Kecamatan Loa Janan, Kukar.
Diketahui, sampai 2015, luas areal perkebunan lada Kukar mencapai 5.491,79 hektare, dengan produksi mencapai lebih dari 3.208 kilogram, dan memiliki 3.442 petani dari kepala keluarga yang tersebar di 18 kecamatan. Khusus di Loa Janan, luas areal lada 3.990,24 hektare, dengan produksi lebih dari 2.578 kilogram, dengan 2.127 petani.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Etnawati menuturkan, petani lada dianjurkan menerapkan konservasi tata kelola tanah dan air untuk mencegah terkikisnya unsur hara tanah di lahan perkebunan.
"Kami menekankan tentang budi daya lada organik di Loa Janan itu, supaya tidak lagi menggunakan tajar mati. Juga, tidak lagi diperbolehkan untuk gunakan kayu ulin, untuk menghindari isu perusakan lingkungan. Pupuk pun mesti gunakan pupuk organik, tak lagi pupuk kimia. Bahkan, bibit juga harus yang bersertifikat. Seperti bibit asal Samarinda, yakni Malonan 1," ujarnya.
Hal tersebut ditekankan, kata Etnawati, supaya penyakit lada pucuk tidak lagi muncul. "Ini sudah melalui penelitian di Bogor dan Bali, tentang tanam rempah dan obat-obatan. Dampak penggunaan regulasi tersebut, akan baik untuk produksi lada. Nantinya juga akan diterbitkan IPC tentang aturan budi daya lada tersebut. Sehingga menjadi standar untuk penanaman lada di enam negara ini, bahkan dunia," imbuhnya.
Dipaparkannya, saat ini harga lada sedang berada dalam taraf nyaman. Yakni, lada putih seharga Rp 150 ribu per kilogram (kg), dan lada Hitam Rp 95 ribu per kg.
Kepala Bidang Produksi Disbun Kaltim Sukardi menerangkan potensi lada tersebut lebih tinggi saat ini, dibanding karet maupun sawit. Sebab, kebutuhannya lebih tinggi ketimbang produksinya. “Hal itu merupakan peluang yang harus ditangkap pengusaha,” ujarnya. (mon/lhl/k15)
SUMBER : KALTIM POST, SENIN, 11 APRIL 2016