(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Karet di Lumbis Potensi Komoditas Ekspor

08 September 2008 Admin Website Artikel 4112
Kadishutbun Nunukan Suwono Thalib mengatakan, dalam kunjungan Menteri PDT Lukman Edy, April lalu, kementerian tersebut akan membantu anggaran pengembangan sawit di Lumbis/Sebatik hingga Rp 2 miliar.

#img1# "Kebun karet di perbatasan Kecamatan Lumbis, merupakan keinginan lama masyarakat. Karena karet merupakan komoditas ekspor yang diminati dunia," jelas Lukman.

Potensi kebun karet di Lumbis pun cukup baik. Selain berada di dataran tinggi, iklim, cuaca dan jenis karetnya pun bagus. Jika sawit masa panennya hingga 25-35 tahun, maka karet di daerah ini diperkirakan masih bisa diambil hasilnya 40 hingga 50 tahun.

"Sementara ini karet yang ada di Lumbis sudah diekspor ke Malaysia," ungkapnya.

Sayangnya, karet yang diekspor ini hanya bisa ditukar dengan kebutuhan pokok (sembako). Meskipun kualitas karet cukup baik, namun jumlah produksinya tidak banyak, karena warga kekurangan modal untuk mengembangkan perkebunan karetnya.

"Dengan bantuan dari kementerian PDT ini, diharapkan dapat meningkatkan produksi karet di Lumbis," katanya.

Dijelaskan, selain menjadi salah satu komoditas ekspor, pohon karet juga dapat menjadi pohon pencegah erosi dan banjir. Namun, pohon karet di Lumbis bukan ditanam persis di perbatasan. Sementara ini hanya ramai terlihat di perkampungan warga.

"Di Malaysia, sawit berjejer di pinggir perbatasan. Sedangkan kita ini masih hutan. Makanya Menteri PDT minta sawit atau karet juga ditanam di pinggir-pinggir perbatasan, jadi masyarakat secara tidak langsung bisa menjaga perbatasan," tegasnya.

Ditambahkan, jika di perbatasan Indonesia, khususnya di Kabupaten Nunukan ditanami kebun, artinya sudah pasti ada manusia yang menjaga kebun tersebut, yang sekaligus menjaga perbatasan.

"Kalau di hutan, (perbatasan) tidak akan terjaga," ujarnya.

Bagaimana dengan polisi hutan (polhut)? Ia menerangkan, setelah otonomi daerah bergulir, tidak ada lagi polhut di tingkat II.

"Mereka (polhut) berada di tingkat I. Jadi kita tidak bisa menggerakkan mereka. Polhut sekarang dikendalikan tingkat I dan pusat. Sehingga kita di tingkat II mengalami kendala," terangnya.

Banyaknya kasus ilegal loging, dikatakan, menjadi salah satu akibat tidak berfungsi maksimalnya polhut di tingkat II (kabupaten).

"Kami mengharapkan dari departemen, ada satuan reaksi cepat dari kehutanan atau petugas preventif, agar kasus tersebut bisa tertangani segera dan diminimalkan," pintanya.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 8 SEPTEMBER 2008

Artikel Terkait