Harga Patokan Ekspor Sawit akan Lebih Banyak Merujuk ke Jakarta
08 Juni 2013
Admin Website
Berita Nasional
4042
JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan
mengubah kebijakan penetapan Bea Keluar (BK) atas Crude Palm Oil (CPO)
atau minyak sawit mentah. Porsi penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE)
akan lebih banyak mengambil bursa berjangka di Jakarta daripada yang
selama ini mengacu ke Rotterdam dan Kuala Lumpur
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan meski akan memakai porsi bursa berjangka lokal lebih besar, pemerintah juga akan masih menggunakan harga acuan Kuala Lumpur dan Rotterdam untuk harga CPO.
"Kita baru mengeluarkan kebijakan baru ini tanggal 20 Juni 2013. Penetapan HPE (Harga Patokan Ekspor) sawit kita ubah. Selama ini harga rata-rata tidak ada pembobotan. Sehingga mulai 1 Juli 2013 itu 60% menggunakan Jakarta, 20% Bursa Kuala Lumpur dan Rotterdam 20%," tutur Bayu saat berdiskusi dengan media di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Jumat (7/6/2013).
Melalui rencana acuan harga CPO ke bursa berjangka lokal diharapkan volume perdagangan bursa berjangka di pasar fisik CPO dalam negeri terus meningkat. Sehingga nantinya secara otomatis bursa berjangka dalam negeri bisa dipandang penting, yang akhirnya akan menggeser pasar fisik Rotterdam. Selama ini Indonesia masih mengacu harga CPO internasional di pasar fisik Rotterdam Belanda.
"Kita (Indonesia) adalah eksportir terbesar di dunia yaitu 85%. Selama ini kebijakan yang mengatur ini ada di Eropa (Rotterdam). Sawit ini termasuk penerimaan bukan pajak paling besar bagi kita. Eropa selalu negatif sama sawit. Indonesia setidaknya harus jadi Mekkah-nya sawit dunia itu kata Bungaran Saragih. Saya kira itu bagus, kita produsen dan eksportir terbesar. Kalau yang lain ingin menggunakan Rotterdam silahkan saja," katanya.
Selain itu pihaknya juga akan menjejaki hubungan dengan bursa Chicago Amerika Serikat. Sehingga dengan cara ini, Indonesia diharapkan bisa menjadi acuan harga untuk produk CPO.
"Ini yang kita akan jajaki dengan bursa Chicago. Di sana (Chicago) punya bursa vegetable oil. Indonesia harus semakin membangun network yang besar yang pengaruhnya besar di dunia. Ke depan harga terbentuk yang mencerminkan kepentingan kita bukan sisi konsumen," tegasnya.
DIKUTIP DARI DETIK, JUMAT, 7 JUNI 2013
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan meski akan memakai porsi bursa berjangka lokal lebih besar, pemerintah juga akan masih menggunakan harga acuan Kuala Lumpur dan Rotterdam untuk harga CPO.
"Kita baru mengeluarkan kebijakan baru ini tanggal 20 Juni 2013. Penetapan HPE (Harga Patokan Ekspor) sawit kita ubah. Selama ini harga rata-rata tidak ada pembobotan. Sehingga mulai 1 Juli 2013 itu 60% menggunakan Jakarta, 20% Bursa Kuala Lumpur dan Rotterdam 20%," tutur Bayu saat berdiskusi dengan media di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Jumat (7/6/2013).
Melalui rencana acuan harga CPO ke bursa berjangka lokal diharapkan volume perdagangan bursa berjangka di pasar fisik CPO dalam negeri terus meningkat. Sehingga nantinya secara otomatis bursa berjangka dalam negeri bisa dipandang penting, yang akhirnya akan menggeser pasar fisik Rotterdam. Selama ini Indonesia masih mengacu harga CPO internasional di pasar fisik Rotterdam Belanda.
"Kita (Indonesia) adalah eksportir terbesar di dunia yaitu 85%. Selama ini kebijakan yang mengatur ini ada di Eropa (Rotterdam). Sawit ini termasuk penerimaan bukan pajak paling besar bagi kita. Eropa selalu negatif sama sawit. Indonesia setidaknya harus jadi Mekkah-nya sawit dunia itu kata Bungaran Saragih. Saya kira itu bagus, kita produsen dan eksportir terbesar. Kalau yang lain ingin menggunakan Rotterdam silahkan saja," katanya.
Selain itu pihaknya juga akan menjejaki hubungan dengan bursa Chicago Amerika Serikat. Sehingga dengan cara ini, Indonesia diharapkan bisa menjadi acuan harga untuk produk CPO.
"Ini yang kita akan jajaki dengan bursa Chicago. Di sana (Chicago) punya bursa vegetable oil. Indonesia harus semakin membangun network yang besar yang pengaruhnya besar di dunia. Ke depan harga terbentuk yang mencerminkan kepentingan kita bukan sisi konsumen," tegasnya.
DIKUTIP DARI DETIK, JUMAT, 7 JUNI 2013