(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

AEKI Minta Vietnam Stop Obral Kopi

30 November 2009 Admin Website Artikel 4293
Ketua Asosiasi Eksporter Kopi Indonesia (AEKI) Rachmin Kartabrata mengatakan, volume ekspor kopi robusta pada 2010 diperkirakan mencapai 325 ribu ton, atau sama dengan target ekspor hingga akhir tahun ini. Rendahnya ekspor kopi itu disebabkan beberapa faktor. Salah satunya yang paling berpengaruh adalah persaingan melawan Vietnam. "Di pasar London, Vietnam berani memberikan diskon besar, bisa dua kali lipat harga kopi nasional," ujarnya.

#img1# Hal itu sangat berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia yang terkenal mahal, tetapi berkualitas baik. Dengan harga yang sangat rendah dan kualitas yang bersaing, kopi Vietnam mendapat tempat di pasar internasional. Apalagi, panen kopi Vietnam dilakukan menjelang akhir tahun, sedangkan kopi Indonesia panen pada April-Mei. "Akibatnya, harga kopi menjadi rendah akibat pasar sudah dibanjiri oleh kopi dari Vietnam," jelasnya.

Di sisi lain, Vietnam memiliki produktivitas perkebunan kopi robusta tertinggi di dunia. Yakni mencapai 2,5 ton per hektar, sedangkan Indonesia hanya 700 ribu ton per hektar. Hal itu tentu sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor kopi nasional, karena 70 persennya disumbang oleh kopi robusta. Persaingan ini mengakibatkan harga kopi internasional semakin menurun.

"Sebelum krisis global 2008, harga kopi robusta di pasar komoditas London sebesar USD 2,20 per kilogram. Setelah krisis, harganya jadi USD 1,4 per kilogram," lanjutnya.

Kondisi ini menyebabkan produsen kopi nasional tidak tertarik untuk melakukan ekspor keluar negeri. Mereka justru mengarahkan pasarnya ke dalam negeri, karena harganya lebih stabil. Namun begitu, harga kopi di dalam negeri juga cukup terpengaruh harga internasional. "Harga kopi di pasar lokal sekarang Rp 16 ribu per kilogram, turun sedikit dari sebelumnya Rp 19 ribu per kilogram. Tapi ini masih menguntungkan," ungkapnya.

Dampak dari harga kopi di pasar ekspor yang kurang menguntungkan tersebut, lanjut dia, menyebabkan banyak petani di Lampung, sebagai sentra kopi, mengonversi lahannya ke komoditas lainnya, seperti ketela, jagung, dan kakao. Agar ekspor tahun depan meningkat, pihaknya berharap agar ada suatu joint committee antara Indonesia dan Vietnam . "Kita minta Vietnam jangan mengobral harga kopi meskipun sedang panen," tuturnya.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, SENIN, 30 NOPEMBER 2009

Artikel Terkait