2013, Pemerintah Diminta Turunkan Bea Keluar CPO
24 Desember 2012
Admin Website
Artikel
1589
JAKARTA. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah menurunkan bea keluar minyak sawit mentah (CPO/crude palm oil). Langkah ini dinilai penting untuk menjaga daya saing CPO Indonesia dari negara produsen lain seperti Malaysia.
Sekretaris Jenderal Apkasindo, Asmar Arsjad, mengatakan, pemerintah harus menurunkan bea keluar CPO tahun depan menjadi maksimal 4 persen. Saat ini, tarif bea keluar CPO terendah adalah 7,5 persen untuk harga referensi US$ 750-800 per ton. Sedangkan harga tertinggi adalah 22,5 persen untuk harga referensi di atas US$ 1.250 ton. Pada November 2012 lalu, bea keluar CPO ditetapkan sebesar 9 persen.
"Kami mengerti pajak diperlukan untuk pembangunan. Tapi, untuk meningkatkan daya saing, harus diturunkan karena bea keluar CPO Malaysia saja tahun depan hanya 4,5 sampai 8,5 persen," kata Asmar ketika dihubungi Tempo, Kamis, 20 Desember 2012.
Saat ini, daya saing CPO Indonesia dengan Malaysia masih bisa terjaga karena kontrak pembelian CPO biasanya secara tahunan. Namun, jika pemerintah tidak mau merevisi aturan bea keluar CPO ini, harga CPO Indonesia bisa jatuh dan potensi pasar ekspor bisa diambil negara lain.
Malaysia sudah mengumumkan akan menurunkan bea keluar CPO sebesar 4,5-8,5 persen dari sebelumnya 23 persen mulai tahun depan. "Kita produsen CPO terbesar di dunia, pangsa pasar sudah ada. Tapi, karena sudah kontrak long term, memang tidak berpengaruh skala cepat. Pengaruhnya pada harga yang kalah bersaing di pasar dunia."
Selama ini ekspor CPO Indonesia paling besar ke India 6 juta ton, ke Pakistan 5 juta ton, dan ke Cina 3 juta ton. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa 4 juta ton dan ke Amerika Serikat 80 ribu ton per tahun.
Selain meminta bea keluar diturunkan, Apkasindo juga meminta pemerintah mengalokasikan penerimaan negara dari bea keluar CPO untuk sektor perkebunan dan stakeholder. Terutama untuk pengembangan kelapa sawit nasional. "Sekarang tidak ada sedikit pun dana dari bea keluar yang kembali lagi ke sawit," katanya.
DIKUTIP DARI TEMPO, 20 DESEMBER 2012
Sekretaris Jenderal Apkasindo, Asmar Arsjad, mengatakan, pemerintah harus menurunkan bea keluar CPO tahun depan menjadi maksimal 4 persen. Saat ini, tarif bea keluar CPO terendah adalah 7,5 persen untuk harga referensi US$ 750-800 per ton. Sedangkan harga tertinggi adalah 22,5 persen untuk harga referensi di atas US$ 1.250 ton. Pada November 2012 lalu, bea keluar CPO ditetapkan sebesar 9 persen.
"Kami mengerti pajak diperlukan untuk pembangunan. Tapi, untuk meningkatkan daya saing, harus diturunkan karena bea keluar CPO Malaysia saja tahun depan hanya 4,5 sampai 8,5 persen," kata Asmar ketika dihubungi Tempo, Kamis, 20 Desember 2012.
Saat ini, daya saing CPO Indonesia dengan Malaysia masih bisa terjaga karena kontrak pembelian CPO biasanya secara tahunan. Namun, jika pemerintah tidak mau merevisi aturan bea keluar CPO ini, harga CPO Indonesia bisa jatuh dan potensi pasar ekspor bisa diambil negara lain.
Malaysia sudah mengumumkan akan menurunkan bea keluar CPO sebesar 4,5-8,5 persen dari sebelumnya 23 persen mulai tahun depan. "Kita produsen CPO terbesar di dunia, pangsa pasar sudah ada. Tapi, karena sudah kontrak long term, memang tidak berpengaruh skala cepat. Pengaruhnya pada harga yang kalah bersaing di pasar dunia."
Selama ini ekspor CPO Indonesia paling besar ke India 6 juta ton, ke Pakistan 5 juta ton, dan ke Cina 3 juta ton. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa 4 juta ton dan ke Amerika Serikat 80 ribu ton per tahun.
Selain meminta bea keluar diturunkan, Apkasindo juga meminta pemerintah mengalokasikan penerimaan negara dari bea keluar CPO untuk sektor perkebunan dan stakeholder. Terutama untuk pengembangan kelapa sawit nasional. "Sekarang tidak ada sedikit pun dana dari bea keluar yang kembali lagi ke sawit," katanya.
DIKUTIP DARI TEMPO, 20 DESEMBER 2012